TAKSONOMI
DAN NOMENCLATUR
2.1
Karakter taksonomi
Taksonomi
(taxonomy) merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang merupakan rentetan
proses penemuan, deskripsi, klasifikasi dan memberikan nama (nomenclature) pada
suatu organisme.
Selain
itu taksonomi merupakan sebagai bagian dari mempelajari hubungan tiap kelompok
takson dan prinsip-prinsip yang ada di dalam proses klasifikasi yang lebih
dikenal dengan sistematik.taksonomi juga dapat diartikan sebagai mengklasifikan
suatu organisme dalam tingkatan hirarki atau dalam tingkatan taksonomi (seperti
kerajaan (kingdom), bangsa (ordo), suku (famili), marga (genus) dan jenis
(spesies)) berdasarkan karakter-karakter yang sama.
Dalam sistem
klasifikasi, makhluk hidup dikelompokkan menjadi suatu kelompok besar kemudian
kelompok besar ini dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga pada
akhirnya terbentuk kelompok-kelompok terkecil yang beranggotakan satu jenis
makhluk hidup.
Tingkatan-tingkatan
pengelompokan itu disebut takson, ilmunya Taksonomi.
Ø Semakin tinggi tingkat taksonnya :
1.
Anggotanya
semakin banyak
2.
Tingkat
persamaannya semakin kecil
3.
Detil
pengelompokkannya semakin sederhana
4.
Perbedaannya
semakin banyak karena tuntutan kesamaannya sedikit
5.
Tingkat
kekerabatannya semakin jauh
Ø Sebaliknya tingkat takson semakin rendah
sifat-sifatnya kebalikan dari yang disebutkan di atas.Tingkatan Takson :
1. Dunia/Kerajaan
2. Divisio (untuk hewan) atau Filum (untuk tumbuhan)
3. Kelas
4. Ordo
5. Suku
6. Genus/Marga
7. Spesies/Jenis
1. Kingdom
Kingdom
merupakan tingkatan takson tertinggi makhluk hidup. Kebanyakan ahli Biologi
sependapat bahwa makhluk hidup di dunia ni dikelompokkan menjadi 5 kingdom
(diusulkan oleh Robert Whittaker tahun 1969). Kelima kingdom tersebut antara
lain : Monera, Proista, Fungi, Plantae, dan Animalia.
2. Filum/divisio (keluarga besar)
Nama filum digunakan pada dunia hewan, dan
nama division digunakan pada tumbuhan. Filum atau division terdiri atas
organism-organisme yang memiliki satu atau dua persamaan ciri. Nama filum tidak
memiliki akhiran yang khas sedangkan nama division umumnya memiliki akhiran
khas, antara lain phyta dan mycota.
3. Kelas (classis)
Kelompok
takson yang satu tingkat lebih rendah dari filum atau divisio
4. Ordo (bangsa)
Setiap
kelas terdiri dari beberapa ordo. Pada dunia tumbuhan, nama ordo umumnya diberi
akhiran ales.
5. Famili
Famili
merupakan tingkatan takson di bawah ordo. Nama famili tumbuhan biasanya diberi
akhiran aceae, sedangkan untuk hewan biasanya diberi nama idea. Dalam
penyebutan indonesia nama suku selalu diulang penyebutannya : kacang-kacangan ,
angrek-anggrekan , jahe-jahean.
6. Genus (marga)
Genus
adalah takson yang lebih rendah dariada famili. Nama genus terdiri atas satu kata,
huruf pertama ditulis dengan huruf kapital, dan seluruh huruf dalam kata itu
ditulis dengan huruf miring atau dibedakan dari huruf lainnya.
7. Species (jenis)
Species
adalah takson yang terendah. Spesies adalah suatu kelompok organisme yang dapat
melakukan perkawinan antar sesamanya untuk menghasilkan keturunan yang fertil
(subur) aturan penulisannya disebut binomial nomenklatur.
2.2 Penamaan ilmiah
Nama ilmiah adalah ”nama-nama dalam
bahasa yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, tanpa memperhatikan dari bahasa
mana asalnya kata yang digunakan untuk nama tadi”. Salah satu keuntungan nama
ilmiah ialah bahwa penentuan, pemberian atau cara pemakaiannya untuk setiap
golongan tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan suatu aturan atau sistim tatanama
(Rifai, 1973). Nama ilmiah juga merupakan suatu kunci pembuka khazanah ilmu
pengetahuan tentang suatu jenis, karena dengan menggunakan nama ilmiah maka
segala perbendaharaan pengetahuan manusia yang terkumpul dalam pustaka-pustaka
akan terbuka bagi kita untuk ditelusuri, dipelajari, ditelaah, diolah dan
dimanfaatkan.
Tata nama
dalam biologi telah mengalami perubahan berkali-kali
semenjak manusia mencatat berbagai jenis organisme.Plinius dari masa Kekaisaran
Romawi telah menulis sejumlah nama tumbuhan dan hewan dalam ensiklopedia yang
dibuatnya dalam bahasa Latin. Sistem penamaan organisme selanjutnya selalu
menggunakan bahasa Latin dalam tradisi pencatatan Eropa. Hingga sekarang sukar
dijumpai sistem penulisan nama organisme yang dipakai dalam tradisi Arab atau
Tiongkok. Kemungkinan dalam tradisi ini penulisan nama menggunakan nama
setempat (nama lokal). Keadaan berubah setelah cara penamaan yang lebih
sistematik diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus atau Carl von Linne yang disebut
"Bapak Taksonomi" dalam buku yang ditulisnya, Systema Naturae
(Sistematika Alamiah).
Lahirnyanamailmiahdisebabkanolehberbagai factor antara lain:
1. beranekaragamnyanamabiasa
2. beranekaragamnyanamadalamartiada yang pendekada yang panjangbahkanada
yang panjangsekali
3. banyaknyasinonima ( 2 namaataulebih )untuksatumacamtumbuhan
4. sukarnyauntukditerimaolehduniainternasional.
v TIPE TATANAMA TUMBUHAN
Untuk
menghindari kekacauan dalam pemakaian nama ilmiah maka Kode Internasional
Tatanama Tumbuhan (KITT) menetapkan bahwa penerapan nama-nama takson dari
tingkat suku ke bawah ditentukan berdasarkan tipe tatanama. Suatu tipe tatanama
adalah salah satu unsur penyusun takson yang selalu dikaitkan dengan nama
takson yang bersangkutan untuk selamalamanya. Tipe tatanama tidak perlu merupakan
unsur atau spesimen atau contoh yang paling khas daripada takson; tipe hanyalah
suatu unsur yang selamanya dikaitkan dengan nama.SesuaidenganrekomendasidalamKodeInternasional Tata NamaTumbuhan,namailmiahuntukdevisihendaknyadiambildari
kata yang menunjukansuatu cirri khas yang berlakuuntukseluruhwarganya,
ditambahdenganakhiran – phyta.Dalam bentuknya sebagai hasil muktamar
sinti tahun 1981,/Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan yang diterbitkandalam
tiga bahasa: inggris,prancis dan jerman pada tahun1983,memuat bagaian-bagian
penting:
A. mukadimah
B. Bagian I asas-asas
C.Bagian II peraturandan saran-saran yang terdiriatas 75
pasal,terbagidalam 6 bab,denganmasang-masingbabterbagilagidalambeberapaseksi
D.Bagian III ketentuanketentuanuntukmengubahkode
E.LampiranI nama-namahibrida
F.Lampiran II nama-namasuku yang dilestarikan
G.Lampiran III nama-namamargadilestarikandanditolak
H.Lampiran IV nama-namabagaimanapunditolakpetunjukuntukpenentuantife.
Ø Tipe yang digunakan dalam tatanama
secara umum adalah:
1.
Holotipe (= holotypus),
Ialah suatu spesimen atau unsur lain
yang dipakai oleh seorang pengarang atau ditunjuk olehnya sebagai dasar waktu
pertama kali mengusulkan nama jenis baru. Selama holotipe masih ada, penerapan
nama yang bersangkutan dengannya dapat dipastikan secara otomatis. Kalau
pengarang yang mempertelakan suatu takson tidak menentukan holotipe, atau kalau
holotipe hilang maka tipe pengganti atau tipe baru dapat ditunjuk untuk
menggantikannya.
2.
Tipe pengganti (= Lectotype),
Ialah suatu spesimen atau unsur lain dari
spesimen-spesimen asli (isotope atau sintipe) yang dipilih untuk menjadi tipe
tatanama, kalau holotipe tidak ditentukan atau holotipe hilang atau hancur.
3.
Isotipe (= Isotype),
Ialah duplikat (bagian dari suatu
nomor koleksi yang dikumpulkan dalam waktu yang sama) dari holotipe.
4.
Sintipe (= Syntypus),
Ialah salah satu daripada beberapa
spesimen atau contoh yang disebutkan pengarang kalau holotipe tidak ditentukan,
atau sslah satu daripada beberapa spesimen yang bersama-sama ditunjuk sebagai
tipe.
5.
Tipe baru (= Neotypus),
Ialah spesimen yang dipilih untuk menjadi tipe
tatanama, kalau holotipe hilang atau rusak dan tidak mungkin untuk menunjuk
tipe pengganti karena tidak adanya isotope atau sintipe.
Nama-nama baru yang diusulkan untuk mengganti
nama-nama lain, ataupun nama-nama kombinasi baru yang berasal dari nama-nama
sebelumnya, haruslah memakai tipe-tipe tatanama dari nama-nama yang lebih tua
atau yang digantinya.
v SATU TAKSON SATU NAMA
Salah satu asas penting dalam Kode
Tatanama yaitu kesatuan taksonomi hanya boleh mempunyai satu nama ilmiah yang
tepat, yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturanperaturan. Hal ini
diadakan untuk mengatasi kemungkinan dipakainya beberapa nama ilmiah yang
berlainan untuk suatu takson yang sama (sinonim). Sebaliknya peraturan yang
sama juga perlu untuk menghindari pemakaian satu nama ilmiah yang sama untuk
beberapa taksa yang berbeda (homonim). Untuk menghindari penggonta-gantian nama
marga dan suku yang timbul sebagai akibat penerapan peraturan-peraturan
(terutama asas prioritas) secara konsekuen, maka beberapa nama diawetkan untuk
terus dipertahankan pemakaiannya, misalnya:
Palmae
= Arecacea, Graminae = Poaceae, Cruciferae = Brassicaceae, Leguminosae =
Fabaceae, Guttiferae = Clusiaceae, Umbelliferae = Apiaceae, Labiatae =
Lamiaceae, Compositae = Asteraceae
2.3 Aturan penamaan ilmiah
Tata nama binomial atau binomial
nomenklatur merupakan aturan penamaan baku bagi semua organisme (makhluk hidup)
yang terdiri dari dua kata (binomial berarti 'dua nama') dari sistem taksonomi
(biologi), dengan mengambil nama genus dan nama spesies. Nama yang dipakai
adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin atau bahasa lain yang
dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk fungi, tumbuhan dan hewan oleh
penyusunnya (Carolus Linnaeus), namun kemudian segera diterapkan untuk bakteri
pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini adalah 'nama ilmiah'
(scientific name). Awam seringkali menyebutnya sebagai "nama latin"
meskipun istilah ini tidak tepat sepenuhnya, karena sebagian besar nama yang
diberikan bukan istilah asli dalam bahasa latin melainkan nama yang diberikan
oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi (disebut
deskriptor) lalu dilatinkan ataupun dari bahasa Latin sendiri. Carolus Linnaeus
memilih penggunaan bahasa Latin untuk penamaan karena dari masa ke masa hingga saat
ini, bahasa Latin tidak mengalami perubahan maupun perkembangan, melainkan
tetap.
Untuk memudahkan komunikasi, makhluk
hidup harus diberikan nama yang unik dan dikenal di seluruh dunia. Berdasarkan
kesepakatan internasional, digunakanlah metode binomial nomenklatur. Metode
binominal nomenklatur artinya tata nama ganda. Disebut tata nama ganda karena
pemberian nama jenis makhluk hidup selalu menggunakan dua kata (nama genus dan
species).
v Aturan
pemberian nama adalah sebagai berikut :
1.Nama
species terdiri atas dua kata, kata pertama merupakan nama genus, sedangkankatakeduamerupakan
penunjuk spesies (epitheton specificum)
2.Huruf
pertama nama genus ditulis huruf kapital, sedangkan huruf pertama penunjuk
spesies/jenis digunakan huruf kecil
3.Nama
species menggunakan bahasa latin atau yang dilatinkan
4.Nama
species harus ditulis berbeda dengan huruf-huruf lainnya (bisa miring, garis bawah, atau lainnya)
5.Jika
nama species tumbuhan terdiri atas lebih dari dua kata, kata kedua dan berikutnya
harus digabung atau diberi tanda penghubung.
6.Jika
nama species hewan terdiri atas tiga kata, kata ke tiga tersebut bukan nama
species, melainkan nama subspecies (anak jenis), yaitu nama takson di bawah
species
7.Nama
species juga mencantumkan inisial pemberi nama tersebut, misalnya jagung (Zea
Mays L.). huruf L tersebut merupakan inisial Linnaeus.
taksonomi
merupakan sebagai bagian dari mempelajari hubungan tiap kelompok takson dan
prinsip-prinsip yang ada di dalam proses klasifikasi yang lebih dikenal dengan
sistematik.taksonomi juga dapat diartikan sebagai mengklasifikan suatu
organisme dalam tingkatan hirarki atau dalam tingkatan taksonomi (seperti
kerajaan (kingdom), bangsa (ordo), suku (famili), marga (genus) dan jenis
(spesies)) berdasarkan karakter-karakter yang sama.
Tata
nama binomial atau binomial nomenklatur merupakan aturan penamaan baku bagi
semua organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua kata (binomial berarti
'dua nama') dari sistem taksonomi (biologi), dengan mengambil nama genus dan
nama spesies. Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa
Latin atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan
untuk fungi, tumbuhan dan hewan oleh penyusunnya (Carolus Linnaeus),
DAFTAR
PUSTAKA
Tjitrosoepomo,
gembong.2014.TaksonomiTumbuhan.yogyakarta:GajaMada
University Press
Tjitrosoepomo,
gembong.2009.TaksonomiUmum.yogyakarta:GajaMada
University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar